Kamis, 14 November 2024

Menghidupkan Ruang Imajinasi di Hari Seniman Internasional

 


Ilustrasi seniman (Foto: Detik.com)

Di tengah hiruk-pikuk dunia yang terus bergerak cepat, ada ruang yang tak tersentuh oleh laju
teknologi, politik, atau ekonomi — ruang itu adalah seni. Hari Seniman Internasional, yang
kita peringati setiap 25 Oktober, bukan sekadar perayaan estetika. Tapi pengingat akan
pentingnya menjaga dan merawat salah satu sumber daya paling berharga manusia:
kreativitas. Dalam senyap, seniman terus menganyam realitas baru, menantang status quo,
dan memberi kita cermin untuk merenungkan siapa kita dan ke mana kita akan menuju.
Seni sebagai Refleksi Zaman

Sejarah dunia adalah sejarah seni. Lihatlah lukisan gua prasejarah, patung-patung klasik, atau mural jalanan hari ini — semuanya bercerita tentang peradaban yang tengah berproses. Seniman selalu menjadi agen perubahan, meskipun seringkali mereka tidak disebut-sebut. Setiap goresan kuas, lantunan nada, atau gerak tari, bukan sekadar keindahan yangdipertontonkan, tetapi kritik halus terhadap dunia yang sedang mereka tempati.

Di Indonesia, seni juga menjadi medium perlawanan dan pelestarian budaya. Karya seni tradisional seperti wayang atau batik, yang diwariskan turun-temurun, bukan hanya karya estetik tetapi juga simbol perlawanan terhadap homogenisasi budaya. Seniman kontemporer Indonesia pun terus merespons persoalan lokal dan global, dari krisis lingkungan hingga ketimpangan sosial, dengan karya-karya yang menantang logika kekuasaan.
Di Antara Marginalisasi dan Apresiasi yang Terbatas

Meski begitu, seniman di Indonesia masih sering dipinggirkan. Penghargaan terhadap karya
seni, baik secara materi maupun simbolis, sering kali datang terlambat, bahkan dari
masyarakatnya sendiri. Karya seni dianggap sekadar hiburan, tanpa menyadari bahwa di balik
itu semua, ada proses panjang, pengorbanan, bahkan keberanian untuk bersuara. Di era serba
cepat ini, di mana berita berubah setiap menit dan tren silih berganti, seni berjuang untuk
tetap relevan di mata publik.

Di sisi lain, kita melihat bagaimana minimnya infrastruktur dan dukungan terhadap seniman
di tanah air. Pameran seni masih dianggap sebagai perhelatan eksklusif, galeri-galeri masih
minim, dan institusi pendidikan seni seringkali terpinggirkan. Di tengah tantangan tersebut,
seniman tetap bertahan, dengan dedikasi yang luar biasa untuk menciptakan ruang refleksi
bagi kita semua. Mereka adalah suara dari yang tak terdengar, mata dari yang tak terlihat.
Seni: Bukan Hanya Tentang Keindahan, Tapi Juga Tentang Kekuasaan

Dalam konteks ini, Hari Seniman Internasional harus lebih dari sekadar seremoni. Ini adalah
waktu untuk meninjau kembali posisi seni dalam masyarakat kita. Apakah kita hanya melihat seni sebagai dekorasi atau apakah kita menyadari kekuatannya sebagai alat perubahan sosial?
Karena sesungguhnya, seni adalah ruang di mana kekuasaan bertemu dengan resistensi.
Dalam dunia yang semakin terkekang oleh batas-batas ideologi, ekonomi, dan politik, seni
adalah salah satu ruang terakhir di mana kebebasan masih bisa bernapas lega.

Para seniman adalah penjaga mimpi-mimpi yang nyaris pudar. Mereka memberikan kita alat
untuk membayangkan dunia yang berbeda, yang lebih baik, bahkan ketika dunia kita
sekarang tampak begitu suram. Karya seni menantang kita untuk berpikir ulang, untuk
merasa lebih dalam, dan untuk bertindak lebih berani. Seni bukan hanya tentang indah atau
tidak indah, tapi tentang bagaimana ia menyentuh bagian terdalam dari kemanusiaan kita.
Menghargai Seniman, Menghargai Kemanusiaan

Menghargai karya seni berarti menghargai kemanusiaan itu sendiri. Di Hari Seniman
Internasional ini, kita harus lebih dari sekadar bertepuk tangan atau menghadiri pameran. Kita
harus mulai menciptakan ekosistem di mana seni dapat tumbuh subur, di mana seniman
mendapatkan ruang untuk berkarya tanpa takut dibatasi oleh ekonomi atau sensor sosial.
Sebab tanpa seni, dunia kita mungkin akan berjalan lebih cepat, namun pasti terasa lebih
kosong.

Mari kita jadikan momen ini sebagai pengingat bahwa seniman tidak hanya memeriahkan
kehidupan kita, tetapi juga menegaskan kembali bahwa dunia ini masih bisa diubah, satu
sapuan kuas, satu bait puisi, satu langkah tari, satu nada lagu pada satu waktu.
Pada akhirnya, seniman menghidupkan ruang imajinasi yang seringkali kita lupakan di
tengah rutinitas. Dan pada Hari Seniman Internasional ini, mari kita merayakan mereka yang
tanpa lelah menjaga agar imajinasi itu tetap hidup.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kaji Strategi WCU, UNAIR Terima Kunjungan Universitas Ciputra

  Ketua BPP UNAIR, Dian Ekowati SE MSi MAppCom OrgCh PhD dalam kegiatan benchmarking (Foto: PKIP UNAIR) UNAIR NEWS – Universitas Airlangga (...