Kamis, 14 November 2024

Kaji Strategi WCU, UNAIR Terima Kunjungan Universitas Ciputra

 

Ketua BPP UNAIR, Dian Ekowati SE MSi MAppCom OrgCh PhD dalam kegiatan benchmarking (Foto: PKIP UNAIR)


UNAIR NEWS – Universitas Airlangga (UNAIR) menerima kunjungan benchmarking dari Universitas Ciputra (UC). Kunjungan benchmarking berlangsung di Ruang Rapat Balai RUA, Kantor Manajemen Kampus MERR-C UNAIR pada Kamis (14/11/2024). Benchmarking ini membahas terkait strategi UNAIR dalam meningkatkan ranking di World Class University (WCU).

Hadir dalam kegiatan tersebut Ketua Badan Perencanaan dan Pengembangan, Dian Ekowati SE MSi MAppCom OrgCh PhD; Direktur Pengembangan Karir, Inkubasi Kewirausahaan, dan Alumni, Prof Dr Elly Munadziroh drg MS; Ketua Lembaga Inovasi, Pengembangan Jurnal, Penerbitan, dan Hak Kekayaan Intelektual, Prof Hery Purnobasuki MSi PhD; dan Sekretaris Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat, Prof Dr Eduardus Bimo Aksono Herupradoto drh MKes. Sementara itu, dari Universitas Ciputra hadir Wakil Rektor Bidang Akademik, Prof Dr Ch Whidya Utami MM CLC CPM (A) bersama jajarannya.
Kiat UNAIR dalam Pemeringkatan WCU

Dian Ekowati PhD menceritakan terkait perjalanan UNAIR dalam meningkatkan ranking di pemeringkatan World Class University (WCU). Menurutnya, salah satu bidang yang berkontribusi besar meningkatkan reputasi UNAIR di level internasional adalah kualitas riset. “Strategi kami untuk mengembangkan reputasi akademik adalah menciptakan budaya riset dalam lingkungan kampus,” ujarnya.

Selain itu, kolaborasi internasional juga bisa menjadi salah satu strategi untuk meningkatkan jumlah riset. Oleh karena itu, Dian Ekowati PhD mengatakan bahwa UNAIR selalu melakukan engaging dengan para kolaborator internasional. “Bersama Airlangga Global Engagement (AGE), kami memiliki dashboard yang mendukung international collaboration melalui berbagai engagement plan,” jelasnya.

Penyerahan cinderamata kegiatan benchmarking (Foto: PKIP UNAIR)

Ketua LIPJPHKI, Prof Hery juga menegaskan bahwa UNAIR berkomitmen dalam mendorong mahasiswa, dosen, dan juga penelitinya untuk melakukan riset yang berdampak. Komitmen itu UNAIR tunjukan dengan membangun budaya dan ekosistem menulis di kampus melalui berbagai program, seperti UNAIR Menulis dan Airlangga Writing Consultation.

Prof Hery juga mengatakan bahwa UNAIR terus mendorong pembentukan tim riset guna menciptakan pemerataan hasil riset dalam lingkungan kampus. “Menurut kami, kolaborasi terbaik adalah menciptakan super tim. Strategi ini dilakukan agar para individu dapat berkontribusi secara adil,” jelasnya.

Sementara itu, Direktur DPKKA Prof Dr Elly Munadziroh drg MS menjelaskan terkait program tracer study. Program ini mendukung UNAIR dalam berkoneksi dengan para alumni dari berbagai wilayah. Koneksi tersebut penting guna melihat reputasi alumni UNAIR. “Dengan bekerja sama dengan IKA UNAIR, kami membangun tracer study untuk mendata para alumni sehingga kami dapat terhubung di berbagai wilayah, baik di dalam maupun luar negeri,” jelasnya.


Regulasi Penyiaran, Kunci Pertumbuhan Industri Film Indonesia

 

ilustrasi film (sumber: bolacom)

Uniar News – Industri film Indonesia yang menjadi salah satu aset budaya dan ekonomi negara. Saat ini tengah menghadapi tantangan akibat peraturan-peraturan dalam Undang-Undang Penyiaran yang menimbulkan banyak perdebatan. Regulasi ini memunculkan beberapa isu yang perlu mendapatkan perhatian dalam menghadapi perkembangan pesat industri film di Indonesia. Terutama dengan munculnya platform streaming dan Over-The-Top (OTT). Salah satu isu utamanya adalah regulasi penyiaran yang belum memadai untuk memfasilitasi industri film yang terus berkembang. Data dari Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) menunjukkan bahwa penetrasi internet di Indonesia mencapai lebih dari 73% pada tahun 2023 yang menandakan tingginya permintaan akan layanan penyiaran digital dan pertumbuhan industri film di Indonesia.

Namun, regulasi yang ada belum mampu memenuhi permintaan dan menghadapi perubahan tersebut. Regulasi saat ini justru menciptakan ketidakpastian hukum yang menghambat pertumbuhan industri film. Adapun regulasi penyiaran memainkan peran penting. Di mana regulasi yang lebih longgar dapat memfasilitasi inovasi dan kreativitas dalam industri film. Sementara peraturan yang kaku justru menghambat kemajuan industri film di Indonesia. Menurut data Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Indonesia, sekitar 70% dari produsen film di Indonesia menghadapi kendala dalam pemenuhan persyaratan regulasi yang ketat. Hal ini berdampak pada tingkat produksi film lokal yang semakin menurun, terhambatnya investasi dalam industri film, dan berkurangnya keragaman konten film untuk penonton.
Isu Konten dan Sensor Film

Pada aspek lain, isu konten dan sensor film turut menjadi masalah yang serius, terutama dalam konteks penyiaran. Dalam isu konten dan sensor, film seringkali terlibat dalam pemberitaan yang cukup kontroversial. Data dari Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) menunjukkan bahwa jumlah pengaduan terkait konten penyiaran meningkat lebih dari 20% setiap tahunnya. Berkaitan dengan permasalahan tersebut, regulasi yang membingungkan dan terlalu ketat dalam sensor dapat merugikan kebebasan bagi kreator film untuk berekspresi. Di sisi lain, regulasi yang terlalu longgar dapat menimbulkan kekhawatiran terkait jenis konten mana yang sesuai dengan standar moral Indonesia.

Saat ini, perkembangan teknologi telah mengubah lanskap penyiaran dengan munculnya platform streaming dan distribusi digital. Namun, regulasi yang belum matang dalam penyiaran digital lagi-lagi dapat menciptakan ketidakpastian bagi industri film. Menurut data dari Badan Ekonomi Kreatif Indonesia, hanya 30% dari produsen film di Indonesia yang merasa bahwa regulasi saat ini cukup mengakomodasi perubahan dalam penyiaran digital. Perkembangan layanan streaming dan OTT memunculkan kekuatan monopoli yang tidak bisa kita abaikan. Dengan adanya dominasi dari beberapa perusahaan besar dalam industri film, seperti Netflix dan Disney+. Ada risiko terbentuknya monopoli yang dapat merugikan pelaku usaha kecil dan menengah.

Studi oleh Yonathan Hosea dan Margaretha Berlianto (2022), menunjukkan bahwa perkembangan yang sangat pesat dari Netflix atau platform OTT lainnya tidak terlepas dari perkembangan pada pasar di Asia Tenggara termasuk Indonesia. Dalam era globalisasi, konten asing memiliki akses yang lebih besar untuk masuk ke pasar Indonesia. Sementara itu, produsen film lokal berjuang untuk bersaing dengan konten asing yang dinilai lebih berhasil. Survei Asosiasi Film Indonesia menunjukkan bahwa lebih dari 60% penonton film di Indonesia lebih memilih konten asing daripada film lokal. Persaingan ini menyebabkan penurunan pangsa pasar bagi film lokal yang secara tidak langsung telah menurunkan identitas budaya Indonesia dalam industri film.
Regulasi Platform OTT

Di sisi lain, regulasi terkait platform OTT juga memerlukan perhatian khusus. Dengan pertumbuhan pesat platform-platform ini. Harus ada penetapan aturan baru yang jelas terkait lisensi, sensor konten, dan kontribusi keuangan kepada industri lokal. Data dari Kementerian Komunikasi dan Informatika menunjukkan bahwa pendapatan dari platform OTT di Indonesia mencapai lebih dari 2 miliar dolar pada tahun 2023. Pajak dan kontribusi keuangan dari platform OTT menjadi isu yang tidak bisa diabaikan dalam konteks regulasi.

Dengan pendapatan yang signifikan, platform-platform ini seharusnya dapat memberikan kontribusi yang berarti bagi industri lokal dan pendapatan negara. Studi dari Lembaga Penelitian Ekonomi dan Bisnis (LPEB) mencatat bahwa kontribusi pajak dan keuangan dari platform OTT dapat membantu mendukung produksi konten lokal dan infrastruktur penyiaran. Adapun isu akses dan distribusi juga menjadi fokus utama dalam pembahasan regulasi penyiaran. Meskipun terdapat kemajuan dalam bidang teknologi, beberapa wilayah di Indonesia masih belum mampu menjangkau internet dengan baik, yang menghambat akses masyarakat terhadap konten penyiaran dan film.

Studi dari Lembaga Demografi Universitas Indonesia (LDUI) menunjukkan bahwa hanya 40% desa di Indonesia yang memiliki akses internet. Regulasi yang tidak memperhatikan dengan baik aspek akses dan distribusi dapat meningkatkan kesenjangan antara wilayah perkotaan dan pedesaan serta menghambat pertumbuhan industri di daerah-daerah terpencil. Pada kesimpulannya, isu-isu tersebut menunjukkan kompleksitas dalam mengatur industri film di Indonesia. Dengan memperhitungkan berbagai sudut pandang dan melibatkan pemangku kepentingan secara luas, harapanya regulasi yang muncul dalam konteks penyiaran dapat menciptakan lingkungan yang kondusif bagi pertumbuhan industri film di Indonesia.


Ikuti Uji Publik KIP, UNAIR Optimis Dapat Hasil Terbaik

 

Rektor UNAIR Prof Nasih SE MT Ak, Wakil Rektor Bidang IDI Prof dr. Muhammad Miftahussurur, Mkes SpPD-KGEH, PhD saat menghadiri presentasi uji publik KIP (Foto: Istimewa)


UNAIR NEWS – Universitas Airlangga (UNAIR) terpilih menjadi salah satu badan publik kategori perguruan tinggi negeri yang mengikuti tahapan Presentasi Uji Publik Komisi Informasi Pusat (KIP). Kegiatan ini merupakan rangkaian Monitoring dan Evaluasi Keterbukaan Informasi Badan Publik 2024 yang diselenggarakan KIP.

Presentasi Uji Publik terlaksana di Hotel Grand Mercure Kemayoran, Jakarta, pada Selasa (12/11/2024) hingga Kamis (14/11/2024). Presentasi uji publik ini terbuka untuk disaksikan masyarakat. Ajang bergengsi ini diikuti oleh berbagai badan publik dari seluruh Indonesia. Meliputi kementerian, lembaga negara, lembaga pemerintah nonkementerian, lembaga nonstruktural, pemerintah provinsi, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Perguruan Tinggi Negeri (PTN), serta partai politik.
Sajikan Inovasi

Rektor UNAIR Prof Dr Mohammad Nasih SE MT Ak berharap UNAIR dapat memperoleh predikat informatif. Tentunya dengan peningkatan nilai daripada tahun sebelumnya. “Filosofinya kita harus menjadi yang lebih baik dari tahun lalu. Kami konsisten melakukan berbagai peningkatan dalam keterbukaan informasi publik. UNAIR bukan hanya ingin mencapai predikat informatif, tapi informatif plus,” ujarnya.


Rektor UNAIR Prof Dr Mohammad Nasih SE MT Ak bersama Wakil Rektor Bidang IDI Prof dr. Muhammad Miftahussurur, Mkes SpPD-KGEH, PhD saat menghadiri presentasi uji publik oleh KIP (Foto: Istimewa)

Dalam keterangannya, Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) UNAIR tersebut mengatakan bahwa telah melakukan berbagai inovasi khususnya di bidang teknologi. Seperti layanan Virtual Informasi Publik (VIP), helpdesk berbasis kecerdasan buatan, dan buku digital Keterbukaan Informasi Publik. “Namun UNAIR terus terbuka dan responsif terhadap perkembangan zaman dan mengadopsinya dalam layanan keterbukaan informasi publik,” lanjutnya.

Melalui keikutsertaan dalam ajang ini, UNAIR memperkuat perannya dalam transparansi dan akuntabilitas publik, sekaligus mendukung upaya nasional untuk mendorong keterbukaan informasi di sektor pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat.

“Agenda monitoring dan evaluasi ini merupakan sarana kita saling belajar dengan badan publik lainnya. Terutama dalam penyempurnaan layanan keterbukaan informasi publik,” imbuh Prof Nasih.


Rilis: Jadi Tuan Rumah, UNAIR Siap Sambut Gelaran PIMNAS Ke-37

 


Prof Dr Bambang Sektiari Lukiswanto DEA Drh selaku penanggung jawab PIMNAS 37 UNAIR

Tantangan Pekerja Film dalam Mencari Kesejahteraan

 

ilustrasi pekerja industri film (sumber: detik)

Industri film merupakan sektor ekonomi kreatif yang berkaitan dengan aktivitas yang mencakup produksi, distribusi, dan pemasaran film. Pada pembuatan film mulai dari pengembangan konsep, produksi, penyuntingan akhir, pemasaran, dan distribusi. Industri film melibatkan distribusi ke bioskop, televisi, dan platform streaming. Lebih dari sekedar sebuah bisnis, industri film menjadi penting untuk menyampaikan cerita, nilai, dan pesan terhadap penonton. Industri ini dapat berkaitan dengan sektor lain seperti sektor pariwisata. Dengan demikian Indonesia dapat mempromosikan identitas budaya dan memperluas pengaruh buaya di kancah Internasional. Namun, dibalik kemajuan industri film, banyak tantangan untuk pekerja film dalam mencari kesejahteraan di industri ini.

Tidak hanya sekedar hiburan, industri film menjadi salah satu sektor yang membawa dampak ekonomi yang signifikan, dengan menciptakan lapangan pekerjaan dan mempromosikan budaya. Namun, jam kerja yang panjang dan sistem kerja yang tidak seimbang dalam industri film menjadi perhatian khusus. Menurut riset menunjukkan bahwa pekerja film bekerja lebih dari 16 jam per hari, hal ini menjadi perhatian serius untuk keseimbangan sistem kerja pada industri film. Serikat Pekerja Media dan Industri Kreatif untuk Demokrasi (SINDIKASI) dan Indonesia Cinematographers Society (ICS) menerbitkan kertas posisi yang berisikan jam kerja maksimal pekerja film adalah 14 jam dalam sehari.

Sejak tahun 1980-an mulai banyak yang mengenal karya film Indonesia di kancah Internasional. Hal ini membuat tantangan bagi pekerja film untuk memperdalam pengetahuan mengenai proses produksi film. Tekanan ini timbul dari permintaan pasar dan konsumen akan film berkualitas tinggi. Hal itu kemudian mendorong pekerja film untuk meningkatkan kerja dan keterampilan mereka. Untuk memenuhi tuntutan tersebut. Pekerja film harus terus mengembangkan kemampuan dan ketertarikan dalam pembuatan film, serta mengikuti regulasi dan standar yang ada. Kesejahteraan pekerja film di Indonesia menjadi lebih terlihat sejak tahun 2020, ketika pandemi Covid-19 berdampak pada keadaan pekerja. Survei SIndikasi, ketika pandemi Covid-19 bahwa pekerja film di Indonesia menghadapi tantangan kesehatan mental yang mempengaruhi kesejahteraan mereka.
Permasalahan Jam dan Sistem Kerja

Durasi kerja yang panjang dalam produksi film selama periode pengambilan gambar yang memakan waktu lama dan sering kerja lembur. Hal tersebut menjadi masalah kesejahteraan bagi pekerja film yang dapat menimbulkan tekanan dan masalah kesehatan. Pada tahun 2023, Indonesia Cinematographers Society (ICS) menyebutkan hasil survei bahwa pekerja film bekerja 16-20 jam per hari. Serikat Pekerja mengusulkan pembatasan waktu kerja film meminta jam kerja dibatasi 14 jam per hari. Dengan durasi jam kerja panjang memiliki dampak negatif terhadap kesehatan fisik dan mental para kru produksi dan aktor.

Kelelahan terus-menerus dapat menyebabkan penyakit dan akan mempengaruhi produktivitas. Selain itu terus-menerus bekerja sering dianggap sebagai indikator produktivitas tinggi, karena jam kerja yang lebih lama dihubungkan dengan meningkatnya jumlah pekerjaan yang dapat diselesaikan. Namun bekerja tanpa henti dapat membuat stres dan memperburuk kesehatan mental yang mengakibatkan menghambat kemampuan pekerja untuk lebih kreatif. Untuk mengatasi dampak negatif dari jam kerja yang panjang, diperlukannya perubahan sistem kerja yang lebih aman, serta pembatasan waktu kerja yang sesuai dengan kondisi pekerja.

Industri film saat ini perlu lebih memperhatikan beberapa aspek penting terhadap keselamatan dan kesehatan kerja, durasi jam kerja, perlindungan terhadap resiko kekerasan seksual, dan keseimbangan antara tuntutan produksi yang tinggi dengan keseimbangan kehidupan kerja yang sehat. Aspek kesehatan dan keselamatan kerja menjadi penting dalam industri film. Termasuk memastikan ruang kerja yang nyaman dan aman bagi para pekerja film. Hal ini mencakup keselamatan fisik, keamanan, kesehatan, pencegahan kecelakaan, kesehatan mental, serta termasuk kelelahan dan stres. Industri ini sering menghadapi tantangan dalam menjaga keseimbangan antara tuntutan produksi yang mendesak dan keseimbangan kehidupan kerja yang sehat. Kurangnya regulasi atau perlindungan terhadap jam kerja yang pada industri film, memperlihatkan masalah yang sering terjadi di industri ini. Pekerja film yang bekerja dengan durasi jam yang panjang dapat menyebabkan kelelahan dan dampak negatif terhadap kesehatan fisik serta mental pekerja.
Kesimpulan dan Solusi

Adanya perubahan budaya dalam industri film yang mendukung keseimbangan kehidupan kerja yang sehat sangat penting untuk menjamin kesejahteraan pekerja di industri film. Masalah-masalah seperti kelelahan, keselamatan, keamanan, dan kesehatan pekerja film yang masih perlu mendapat perhatian lebih. Apalagi karena belum ada yang mengatur dan menerapkan secara memadai dalam industri film. Untuk mengatasi masalah-masalah tersebut perlu adanya perubahan pada sistem kerja yang lebih aman dan nyaman, serta ketegasan durasi waktu kerja sesuai kondisi pekerja, sebagai bagian dari industri kreatif, peran manusia dalam industri film ini sangatlah penting dalam menentukan kualitas. Demi kesejahteraan pekerja film dan keberlanjutan industri, kesehatan dan keselamatan pekerja harus menjadi prioritas utama untuk memastikan kualitas produksi film. Dengan menciptakan sistem kerja yang lebih memprioritaskan keselamatan pekerja, industri film dapat meminimalisir risiko kecelakaan dan kelelahan kerja. Hal ini akan meningkatkan kreatifitas dan produktifitas para pekerja, yang akan menjadi dampak positif bagi industri film.


FH UNAIR Alami Kenaikan Peringkat Signifikan dalam Overall Rank Law Schools versi Scimago

 

Fakultas Hukum Universitas Airlangga raih peningkatan ranking versi Scimago (Foto: FH UNAIR)


UNAIR NEWS – Fakultas Hukum (FH) Universitas Airlangga (UNAIR) kembali menorehkan prestasi cemerlang. Baru-baru ini, FH UNAIR mengalami kenaikan peringkat signifikan di tingkat asia dan dunia versi Scimago Institution Rankings (SIR).

Pada tahun 2022 dan 2023, FH UNAIR menduduki posisi masing-masing yakni #217 dan #202. FH UNAIR menempati peringkat #17 dan #104 pada peringkat dunia dalam Overall Rank Law Schools 2024 versi SIR kali ini. Peringkat tersebut sekaligus menjadikan FH UNAIR sebagai fakultas hukum terbaik nasional.

Menurut Dekan FH UNAIR, Iman Prihandono SH MH LLM PhD, FH UNAIR mengatakan, pihaknya tidak menyangka FH UNAIR akan kembali alami kenaikan peringkat. “Sejak dari tahun 2022 kita sudah terindeks oleh Scimago dalam peringkat #217, kemudian di tahun 2022 ke tahun 2023 menjadi #202 dan di tahun ini mencapai #104. Kami tidak menyangka akan mengalami kenaikan ranking dengan sangat bagus,” tutur Iman.
Penilaian Scimago

Iman menerangkan bahwa peningkatan ranking berdasarkan Scimago ini didasarkan pada beberapa indikator penilaian. “Pada tahun ini Scimago memiliki penilaian yang berubah pada setiap poin penilaiannya. Dari research, innovation, dan societal impact terbagi lagi di dalam setiap poin penilaiannya,” ungkapnya.


Pencapaian Scimago Institutions Rankings (Foto: Instagram Fakultas Hukum UNAIR)

Selain ketiga poin penilaian tersebut, ada kenaikan peningkatan jumlah publikasi. Setidaknya terdapat 60 penelitian dosen, mahasiswa, dan mitra asing (dosen tamu, adjunct professor) yang telah terindeks oleh Scopus. “FH UNAIR juga mengalami peningkatan yang sangat pesat dalam publikasi jurnal hingga 60-an totalnya. Kemungkinan hal tersebut yang membuat ranking FH UNAIR meningkat, meskipun indikator penilaiannya tidak hanya pada penelitian saja,” jelasnya.

Koridor penelitian dan pengabdian masyarakat FH UNAIR yang berfokus pada Sustainable Development Goals (SDGs) juga berpengaruh pada pencapaian tersebut.“Kita memang memiliki koridor penelitian dan pengabdian masyarakat yakni pada hukum dan teknologi, SDGs, dan energi terbarukan. Sehingga, jika dihitung dengan 60 penelitian dan pengabdian masyarakat kita memiliki korelasi dengan SDGs dan societal impact,” lanjut Iman.
Harapan

Dari pencapaian ini, Iman berharap FH UNAIR dapt terus mengalami peningkatan peringkat dan bertahan di jajaran fakultas hukum terbaik dunia. Terlebih lagi, FH UNAIR akan segera memiliki fasilitas penunjang baru.“Harapan kami, semoga FH UNAIR semakin baik lagi ke depannya. Ditambah lagi dengan adanya gedung baru, semoga iklim akademis semakin bagus, mahasiswa dapat diskusi dengan baik, publikasi cepat, dan dapat menciptakan inovasi-inovasi lainnya,” terangnya.

Dalam hal pengabdian masyarakat dan penelitian, harapannya FH UNAIR dapat meningkatkan kerja sama dengan banyak instansi dan melakukan pembinaan terhadap masyarakat. Selain itu, FH UNAIR juga akan terus menerapkan strategi SMART UNAIR dalam mempertahankan posisi sebagai fakultas hukum terbaik. “Kami akan mengerjakan SMART UNAIR dan mencapai yang terbaik di situ dalam mengalami peningkatan pada ranking yang dituju,” tutup Iman.

CLeP FH UNAIR Bahas Hak Penghayat Kepercayaan di Indonesia

 

Naen Soeryono menjelaskan materi tentang hak penghayat kepercayaan (Foto: Istimewa)

UNAIR NEWS – Center for Legal Pluralism Studies (CLeP) Fakultas Hukum (FH) Universitas Airlangga (UNAIR) menggelar seminar. Seminar tersebut bertema “Pemajuan Hak Penghayat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa di Indonesia Pasca Putusan MK No. 97/PUU-XIV/2016”. Seminar yang berlangsung pada Selasa (12/11/2024) di Aula Pancasila Gedung A FH UNAIR itu melibatkan mahasiswa sekaligus masyarakat penganut penghayat kepercayaan di sekitar area Surabaya.

Salah satu pembicara yang hadir yakni Naen Soeryono SH MH selaku ketua Majelis Luhur Kepercayaan Indonesia (MLKI) yang sekaligus merupakan alumni FH UNAIR. Pada awal sambutannya, ia memperkenalkan bahwa dasar penganut penghayat kepercayaan sebenarnya telah diatur pada Pasal 28E ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945.
Hak Penghayat Kepercayaan

Naen mengatakan bahwa masyarakat penganut penghayat kepercayaan memiliki hak asasi yang sama. Dari segi hukum, mereka tetap mendapat perlindungan untuk memilih kepercayaan. Ia menambahkan bahwa sebelumnya, penganut penghayat kepercayaan berada di bawah kewenangan Kemendikbud.

Pemateri foto bersama para peserta seminar nasional (Foto: Istimewa)

“Kelompok penghayat pada dasarnya tidak pernah menunjukkan bahwa dirinya sebagai penganut penghayat. Tidak heran jika terkadang kita tidak tahu apakah seseorang penganut penghayat atau tidak. Perkembangan sejarah penghayat kepercayaan bermula di era reformasi. Banyak sekali para pejuang yang menjunjung tinggi hak asasi bagi kelompok penghayat kepercayaan,” tuturnya.

Naen melanjutkan, bahwa menurut Direktorat Kepercayaan Terhadap Tuhan YME dan Masyarakat Adat, semua penganut penghayat kepercayaan perorangan harus terdaftar di MLKI. Bukan tanpa sebab, hal ini sebagai pemenuhan hak dasar mengenai status hukum seseorang sebagai penganut penghayat kepercayaan.
Filosofi Penghayat Kepercayaan

Naen menyebutkan bahwa masyarakat awam lebih mengetahui filosofi penghayat kepercayaan sama dengan budaya kejawen. Biasanya seseorang membawa keris, sesajen, dan lain sebagainya, merupakan bagian dari penganut penghayat kepercayaan.

“Jauh sebelum terorganisirnya penganut penghayat kepercayaan, justru mereka semua bergerak secara perorangan. Salah satu contoh organisasi yang pernah ada di Indonesia yakni kelompok Budi Utomo. Tentu kami berharap, untuk semua penganut penghayat kepercayaan dapat tercatatkan melalui Dispendukcapil, sehingga legal dan diakui secara hukum,” pungkasnya.


UNAIR Tuan Rumah AUN ED-YSC, Direktur AGE: Wadah untuk Berkolaborasi

 

Sambutan oleh Direktur AGE UNAIR, Prof Iman Harymawan SE MBA PhD, dalam pembukaan The AUN Educational Forum and Young Speakers’ Contest (Foto: PKIP UNAIR)


UNAIR NEWS – Universitas Airlangga (UNAIR) menjadi tuan rumah untuk kegiatan The AUN Educational Forum and Young Speakers’ Contest. Acara yang mempertemukan seluruh delegasi dari negara-negara di ASEAN dan Tiongkok, Jepang, dan Korea tersebut akan berlangsung dari Selasa (23/10/2024) hingga Sabtu (26/10/2024).

Kegiatan ini berlangsung sebagai upaya UNAIR untuk memperluas jaringan internasionalnya. Dalam hal ini, UNAIR telah bergabung dalam keanggotaan di ASEAN University Network (AUN). AUN juga telah berkembang menjadi ASEAN+3 University Network dengan bergabung negara Tiongkok, Jepang, dan Korea.

Peserta dari berbagai universitas di negara-negara ASEAN+3 turut hadir dalam pembukaan acara yang berlangsung di Majapahit Hall, lantai 5, ASEEC Tower, Kampus Dharmawangsa-B UNAIR, pada Rabu (23/10/2024). Prof Iman Harymawan SE MBA PhD Direktur Direktorat Airlangga Global Engagement (AGE) Universitas Airlangga, memberikan sambutan kepada seluruh peserta dalam kesempatan ini.

“Sebuah kehormatan bagi kami, UNAIR untuk bisa menjadi host university bagi The AUN Educational Forum and Young Speakers Contest. Oleh karena itu Saya mengucapkan selamat datang kepada delegasi-delegasi dari negara-negara di ASEAN serta Tiongkok, Jepang, dan Korea,” sambutnya.

Foto bersama seluruh peserta (foto : PKIP UNAIR)
Berkolaborasi dan Berkembang

Prof Iman mengatakan bahwa forum ini merupakan kesempatan emas untuk para expertise saling berkolaborasi dan berkembang bersama. Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis UNAIR itu menekankan pentingnya kolaborasi untuk perkembangan ekosistem pendidikan.

“Kita tidak bisa berkembang sendiri, itulah kenapa AUN memberikan kita wadah dan ekosistem untuk berkembang bersama. Ini juga adalah sebuah privilege untuk dapat bersama dengan sekretariat AUN di sini, bersama juga dengan keynote speaker dan expertise yang dapat memberikan ilmunya untuk membina ekosistem pendidikan yang baik bagi mahasiswa dil Asia,” ungkapnya

Prof Iman juga menyampaikan rasa terimakasihnya kepada seluruh sekretariat AUN, keynote speaker, dan dewan juri yang bersama-sama berkontribusi dan memberikan kesempatan bagi para mahasiswa untuk membangun kreativitas dan inovasinya dalam kegiatan ini.


Cerita Mahasiswa Psikologi Jalani Double Degree di Negeri Kanguru

Sarah Afifah Rizky, mahasiswa International Undergraduate Program (IUP) Fakultas Psikologi UNAIR jalani double degree di Queensland University of Technology (QUT) Australia (Foto: Dok. Narasumber)


UNAIR NEWS – Sarah Afifah Rizky, mahasiswa International Undergraduate Program (IUP) Fakultas Psikologi Universitas Airlangga (UNAIR) kini sedang menempuh studi double degree di Queensland University of Technology (QUT) Australia. Mahasiswa Psikologi 2022 itu telah memulai studinya di sejak Juli 2024 hingga 2026 mendatang.

“Aku mengikuti program double degree untuk mahasiswa International Undergraduate Program (IUP) dari Universitas Airlangga. Di kelas IUP ada dua macam international exposure, yaitu double degree dan exchange, aku pilih yang double degree,” ujarnya.

Sarah, sapaan akrabnya, bercerita mengenai alasannya mengikuti double degree di QUT yang berada di Negeri Kanguru itu. Bagi Sarah, Australia memiliki makna istimewa baginya. Selain merupakan salah satu kampus yang bekerja sama dengan UNAIR, kampus QUT menempati peringkat 250 top kampus dunia berdasarkan QS World University Ranking 2025. Hal ini merupakan salah satu faktor yang Sarah pertimbangkan.

“Alasan akhirnya aku pilih untuk lanjut studi double degree di QUT, karena QUT juga termasuk salah satu kampus terbaik dunia. Aku memilih QUT karena sudah banyak alumni dari UNAIR juga,” dalam keterangannya kepada UNAIR NEWS pada Jumat (29/10/2024).
Tantangan dan Upaya

Selama empat bulan berada di Australia, Sarah mengaku tidak terlalu terkejut dengan perbedaan budaya yang ada. Sarah bersyukur bahwa ternyata banyak masyarakat Muslim di sekitar tempat ia berkuliah. “Alhamdulillah banyak banget orang Muslim dan orang-orang lokal di sini juga ramah banget,” katanya.


Cuplikan kegiatan Sarah selama jalani studi double degree di QUT Australia (Foto: Dok. Narasumber)

Namun, dari segi penggunaan bahasa merupakan tantangan tersendiri baginya. Meski sama-sama menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa sehari-hari, Australia memiliki aksen yang cukup berbeda. “Agak sulit bagiku untuk mencerna percakapan pada awalnya. Namun, setelah latihan ngobrol sama teman sekelas, lama-lama makin familiar,” jelasnya.

Sebagai mahasiswa yang merantau jauh dari kampung halaman, Sarah mengaku harus pintar mengatur keuangan selama merantau. Untuk menyiasati, ia menjalani beberapa pekerjaan paruh waktu sebagai tutor matematika dan bahasa Inggris untuk siswa SMA. “Beli yang penting, bukan yang ingin,” imbuhnya.
Pengalaman Bertumbuh

Menjalani double degree tentu memaksa Sarah untuk belajar lebih giat dan berusaha lebih keras daripada sebelumnya. Namun, Sarah memiliki impian agar ilmu yang ia miliki dapat bermanfaat. “Insyaallah aku pengin bisa nerapin sistem belajar Aussie di Indonesia, setidaknya mulai dari aku sendiri dulu, untuk bisa jadi contoh bagi orang lain,” ujar Sarah.

Pada akhir, Sarah mengatakan meski banyak ujian dan cobaan ketika menempuh double degree. Ia akan tetap berusaha sebaik mungkin. “Semua yang aku dapatkan di sini aku perceive sebagai pengalaman untuk terus tumbuh, belajar dan yang terpenting mengejar ridha Allah,” pungkasnya.

 

Menyoal Wacana Indonesia Gabung BRICS, Dosen HI UNAIR Beri Tanggapan

 

Ilustrasi Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) BRICS Plus ke-16 pada Selasa hingga Kamis (22–24/10/2024) di Kazan, Rusia (Foto: Kompas.com)


UNAIR NEWS – Menteri Luar Negeri Indonesia, Sugiono menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) BRICS Plus ke-16 pada Selasa hingga Kamis (22–24/10/2024) di Kazan, Rusia. Dalam pertemuan tersebut, Sugiono mengumumkan ketertarikan Indonesia untuk bergabung dengan blok ekonomi BRICS. Menurut Sugiono, langkah ini sejalan dengan prinsip “bebas-aktif” Indonesia dalam politik luar negeri.

Pakar kajian Eropa Timur dan Rusia sekaligus dosen Hubungan Internasional dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Airlangga (UNAIR) Radityo Dharmaputra S Hub Int M Hub Int RCEES IntM MA mengkritisi keputusan ini. Menurutnya, keanggotaan di BRICS justru bertentangan dengan prinsip “bebas-aktif”.



“Menurut saya, harus dipertanyakan dulu apa yang menjadi kepentingan Indonesia. Karena bebas-aktif seharusnya didasarkan pada pemenuhan kepentingan nasional Indonesia,” ujar Radityo.

Perspektif Ekonomi

Sementara itu, dari perspektif ekonomi, Radityo berpendapat bahwa bergabung dengan BRICS tidak memberikan manfaat yang signifikan bagi Indonesia. “Kalau kepentingannya ekonomi, BRICS tidak akan membantu. Karena toh kita sudah punya hubungan baik dengan semua negara mereka,” papar Radityo dalam wawancaranya dengan UNAIR NEWS.

BRICS merupakan blok yang digagas lima negara besar berkembang, yakni Brasil, Rusia, India, Cina, dan Afrika Selatan. Blok ini memiliki tujuan untuk memperkuat peran negara-negara berkembang (Global South) dalam menghadapi dominasi negara-negara maju di dunia dalam menghadapi pengaruh Barat. Radityo menekankan bahwa BRICS bukan sekadar forum ekonomi melainkan blok geopolitik. Blok ini berpotensi merugikan posisi netral Indonesia.

“Kita jangan memandang seakan BRICS ini hanya soal ekonomi. BRICS ini soal geopolitik global, dan sedang tinggi tensi politiknya dengan Barat. Bergabung jelas akan mengindikasikan kita memihak,” terangnya. Hal ini menjelaskan bahwa keputusan untuk bergabung dengan BRICS bukan sekadar langkah ekonomi, melainkan juga pernyataan posisi politik Indonesia di kancah global.
Perlu Pertimbangan

Radityo berpendapat agar Indonesia mempertimbangkan opsi menjadi partner BRICS tanpa keanggotaan penuh. “Sebetulnya cukup jadi partner dan ikut saja dalam kegiatannya. Tanpa bergabung sebagai anggota. Sehingga, Indonesia bisa bergerak ke mana saja sesuai kepentingan kita,” jelas alumnus University of Glasgow itu.

Strategi tersebut, imbuh Radityo, memberi Indonesia fleksibilitas dalam berinteraksi di kancah internasional. Dengan cara ini, Indonesia dapat memanfaatkan peluang dalam forum BRICS sekaligus melindungi kepentingan nasionalnya, tanpa harus berpihak pada salah satu kubu dalam ketegangan geopolitik global. “Jaga jarak politik dengan semua pihak, namun bekerja sama ekonomi dengan semua,” tutupnya.

Menghidupkan Ruang Imajinasi di Hari Seniman Internasional

 


Ilustrasi seniman (Foto: Detik.com)

Di tengah hiruk-pikuk dunia yang terus bergerak cepat, ada ruang yang tak tersentuh oleh laju
teknologi, politik, atau ekonomi — ruang itu adalah seni. Hari Seniman Internasional, yang
kita peringati setiap 25 Oktober, bukan sekadar perayaan estetika. Tapi pengingat akan
pentingnya menjaga dan merawat salah satu sumber daya paling berharga manusia:
kreativitas. Dalam senyap, seniman terus menganyam realitas baru, menantang status quo,
dan memberi kita cermin untuk merenungkan siapa kita dan ke mana kita akan menuju.
Seni sebagai Refleksi Zaman

Sejarah dunia adalah sejarah seni. Lihatlah lukisan gua prasejarah, patung-patung klasik, atau mural jalanan hari ini — semuanya bercerita tentang peradaban yang tengah berproses. Seniman selalu menjadi agen perubahan, meskipun seringkali mereka tidak disebut-sebut. Setiap goresan kuas, lantunan nada, atau gerak tari, bukan sekadar keindahan yangdipertontonkan, tetapi kritik halus terhadap dunia yang sedang mereka tempati.

Di Indonesia, seni juga menjadi medium perlawanan dan pelestarian budaya. Karya seni tradisional seperti wayang atau batik, yang diwariskan turun-temurun, bukan hanya karya estetik tetapi juga simbol perlawanan terhadap homogenisasi budaya. Seniman kontemporer Indonesia pun terus merespons persoalan lokal dan global, dari krisis lingkungan hingga ketimpangan sosial, dengan karya-karya yang menantang logika kekuasaan.
Di Antara Marginalisasi dan Apresiasi yang Terbatas

Meski begitu, seniman di Indonesia masih sering dipinggirkan. Penghargaan terhadap karya
seni, baik secara materi maupun simbolis, sering kali datang terlambat, bahkan dari
masyarakatnya sendiri. Karya seni dianggap sekadar hiburan, tanpa menyadari bahwa di balik
itu semua, ada proses panjang, pengorbanan, bahkan keberanian untuk bersuara. Di era serba
cepat ini, di mana berita berubah setiap menit dan tren silih berganti, seni berjuang untuk
tetap relevan di mata publik.

Di sisi lain, kita melihat bagaimana minimnya infrastruktur dan dukungan terhadap seniman
di tanah air. Pameran seni masih dianggap sebagai perhelatan eksklusif, galeri-galeri masih
minim, dan institusi pendidikan seni seringkali terpinggirkan. Di tengah tantangan tersebut,
seniman tetap bertahan, dengan dedikasi yang luar biasa untuk menciptakan ruang refleksi
bagi kita semua. Mereka adalah suara dari yang tak terdengar, mata dari yang tak terlihat.
Seni: Bukan Hanya Tentang Keindahan, Tapi Juga Tentang Kekuasaan

Dalam konteks ini, Hari Seniman Internasional harus lebih dari sekadar seremoni. Ini adalah
waktu untuk meninjau kembali posisi seni dalam masyarakat kita. Apakah kita hanya melihat seni sebagai dekorasi atau apakah kita menyadari kekuatannya sebagai alat perubahan sosial?
Karena sesungguhnya, seni adalah ruang di mana kekuasaan bertemu dengan resistensi.
Dalam dunia yang semakin terkekang oleh batas-batas ideologi, ekonomi, dan politik, seni
adalah salah satu ruang terakhir di mana kebebasan masih bisa bernapas lega.

Para seniman adalah penjaga mimpi-mimpi yang nyaris pudar. Mereka memberikan kita alat
untuk membayangkan dunia yang berbeda, yang lebih baik, bahkan ketika dunia kita
sekarang tampak begitu suram. Karya seni menantang kita untuk berpikir ulang, untuk
merasa lebih dalam, dan untuk bertindak lebih berani. Seni bukan hanya tentang indah atau
tidak indah, tapi tentang bagaimana ia menyentuh bagian terdalam dari kemanusiaan kita.
Menghargai Seniman, Menghargai Kemanusiaan

Menghargai karya seni berarti menghargai kemanusiaan itu sendiri. Di Hari Seniman
Internasional ini, kita harus lebih dari sekadar bertepuk tangan atau menghadiri pameran. Kita
harus mulai menciptakan ekosistem di mana seni dapat tumbuh subur, di mana seniman
mendapatkan ruang untuk berkarya tanpa takut dibatasi oleh ekonomi atau sensor sosial.
Sebab tanpa seni, dunia kita mungkin akan berjalan lebih cepat, namun pasti terasa lebih
kosong.

Mari kita jadikan momen ini sebagai pengingat bahwa seniman tidak hanya memeriahkan
kehidupan kita, tetapi juga menegaskan kembali bahwa dunia ini masih bisa diubah, satu
sapuan kuas, satu bait puisi, satu langkah tari, satu nada lagu pada satu waktu.
Pada akhirnya, seniman menghidupkan ruang imajinasi yang seringkali kita lupakan di
tengah rutinitas. Dan pada Hari Seniman Internasional ini, mari kita merayakan mereka yang
tanpa lelah menjaga agar imajinasi itu tetap hidup.


Kaji Strategi WCU, UNAIR Terima Kunjungan Universitas Ciputra

  Ketua BPP UNAIR, Dian Ekowati SE MSi MAppCom OrgCh PhD dalam kegiatan benchmarking (Foto: PKIP UNAIR) UNAIR NEWS – Universitas Airlangga (...